Penggunaan artificial intelligence (AI) seperti ChatGPT dalam dunia pendidikan menjadi polemik seperti pisau bermata dua. Namun tenang, ada hal-hal peran manusia yang tak bisa tergantikan AI.
“Di dalam kalimat artificial ada ‘art’ kan? Artinya manusianya itu ‘art’. Tanpa ada ‘art’ enggak ada artificial intelligence gitu. Nah jadi harus ada manusianya sekarang. Kalau kita pertanyaannya bodoh ibaratnya, jawabannya bodoh juga. Kalau pertanyaan kita bagus, dia akan bagus juga, di situ peran manusianya gitu,” demikian kata Head of Education Ecosystem Telkom Indonesia, Sri Safitri.
Hal itu dikatakan Sri Safitri dalam peluncuran bukunya ‘ABCD…X Xperience Matters: Teknologi untuk Peradaban Digital’ di Telkom Landmark Tower, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (16/5/2023).
Apakah AI semacam ChatGPT akan membuat anak-anak sekarang jadi generasi instan karena bisa bertanya apa saja dan jadi melupakan fundamental berpikir?
“Nggak juga, karena itu tadi kan, contoh bikin coding. Dia harus tahu logic-nya juga untuk bisa membuat coding. Tidak hanya meng-copy-paste, kalau begitu dia nggak akan paham logikanya. Kalau nggak paham logikanya, dia nggak bisa membuat codingan bagus gitu. Nggak instan juga, dia tetap harus paham bagaimana logikanya, ” jelas Sri.
Dalam bukunya yang ditulis bersama Chairman CitiAsia Inc, Cahyana Ahmadjayadi, fenomena AI dituliskan menjadi satu bagian sendiri.
Menurut Sri dan Cahyana, ChatGPT masuk dalam kategori pioneer alias pelopor seperti Super Apps dan Metaverse. ChatGPT ini diibaratkan seperti Napster pada zamannya.
Napster adalah software untuk berbagi file musik dalam format MP3 yang merevolusi teknologi rekaman saat itu. ChatGPT ini juga akan merevolusi banyak hal yang belum jelas ujungnya.
“Mengapa belum jelas ujungnya seperti apa? Karena cara kerjanya memang revolusioner, sangat ‘aneh’ dari kelaziman karena mengubah input data-fakta yang ada berubah menjadi output dengan kualitas jempolan,” tulis Sri-Cahyana.
ChatGPT revolusioner dibanding search engine yang memberikan sumber-sumber jawaban, karena bisa merespon pertanyaan langsung membuatkan bentuk sumber jawabannya.
Rekor yang pernah dicapai ChatGPT, masih menurut data dari buku ini, adalah lulus ujian kedokteran di Amerika Serikat (AS). Hal ini bisa dicapai karena ChatGPT dilatih menggunakan dataset 300 miliar kata yang berasal dari dataset berukuran 570 GB dan terdiri dari crawled laman, buku, Wikipedia dll.
Pada Januari 2023, sekitar sebulan lebih setelah diluncurkan pada 30 November 2022 penggunanya mencapai 100 jutaan pengguna.
Namun sepintar-pintarnya mesin yang didesain manusia, akurasinya tergantung kepada manusia yang memasukkan input data pada ChatGPT itu.
“ChatGPT masih terbatas dalam berbagi informasi yang dapat diaksesnya dari berbagai sumber namun tidak mengetahui keakuratan dari kesimpulannya sendiri,” tulis Sri-Cahyana.
Maka dari itu peran manusia adalah memberikan input yang cerdas pada ChatGPT.
“Sebab yang namanya mesin sekalipun disemati mesin pembelajaran yang memukau, faktanya tetap bergantung pada apa yang kita tulis dan produksi. Betapapun canggihnya teknologi pasti tergantung manusia,” jelas Sri-Cahyana dalam buku setebal 190 halaman yang terbagi dalam 7 bab ini.
Sumber : Reporter SMPN 111 Jakarta