Sekolah Bermutu, Tapi Gratis

Gedung sekolah berlantai tiga di wilayah Kemanggisan, dikenal di Jakarta Barat sebagai sekolah negeri yang punya fasilitas lengkap sebagai penunjang kegiatan siswa, seperti lapangan tennis, basket, volly, futsal dan sejumlah laboratorium.

Sekolah yang punya seabrek fasilitas itu adalah SMPN 111. Sekolah ini tahun 2005 berhasil meraih ISO 9001:2000, dan tahun ini bisa meraih predikat sekolah rintisan bertaraf internasional.

“Dengan predikat ini, kami akan membuka kelas baru berdasarkan kurikulum international dengan sistem pengajaran bilingual, Indonesia dan Inggris,” begitu kata Kepala Sekolah SMPN 111

Selain SMP 111, di seantero Jakarta ada lima sekolah menengah pertama yang dapat predikat serupa, misalnya SMPN 30 Jakarta Utara, SMPN 49 Jakarta Timur, SMPN 19 Jakarta Selatan, SMPN 115 Jakarta Selatan, dan SMPN 1 Jakarta Pusat. Sedangkan di tingkat SMA, ada SMA Negeri 8, SMA Negeri 70, SMA Negeri 78, SMA Negeri 81, SMA Negeri 68, dan SMA Negeri 13.

Belakangan, banyak sekolah negeri mulai mengembangkan diri menjadi sekolah internasional atau memiliki standar internasional. Upaya ini, menurut staf khusus Menteri Pendidikan Nasional Bidang Komunikasi Publik, Teguh Juwarno, merupakan program yang sedang digalakkan pemerintah. “Depdiknas sangat mendukung. Karena kelak bisa mencetak kader-kader bangsa yang berkualitas,” harapnya.

Namun untuk meraih standar bertaraf nasional plus bukan perkara mudah. Butuh biaya besar. Dana-dana tersebut digunakan untuk menunjang kegiatan belajar mengajar di sekolah yang bersangkutan.

Ada beberapa standar yang harus dipenuhi, misalnya standar isi, proses belajar, pengelolaan, pendidik, kelulusan, penilaian dan standar pembiayaan.

“Kalau mau pendidikan bermutu memang harus mahal. Misalnya untuk menggaji guru dan pengadaan fasilitas,” kata pengamat pendidikan, Prof. Dr. Arief Rachman kepada detikcom. Dengan adanya kelengkapan fasilitas, imbuh Arief, siswa tidak lagi berkutat pada hafalan semata. Tapi mengetahui prosesnya.

Adanya peningkatan fasilitas penunjang mutu bukan berarti tanpa masalah. Apalagi, berulangkali pemerintah mengaku tidak punya anggaran sehingga gagal mengeposkan angka 20% APBN untuk biaya pendidikan. Akhirnya beban pun beralih ke siswa. Lantas bagaimana dengan siswa miskin yang ingin mengenyam pendidikan bermutu?

Kepsek SMP 111 mempersilakan masyarakat kurang mampu di bilangan Jakarta Barat untuk mendaftar di sekolah yang dipimpinnya. Tapi tentu saja calon murid yang dimaksud harus punya kemampuan untuk mengikuti pelajaran di sekolah itu.

Ia mengaku punya cara lain untuk menutupi tingginya biaya pengembangan mutu, misalnya dengan meminta wali murid yang punya kenalan seorang pengusaha untuk membantu.” Kita menerapkan subsidi silang. Dan semua donasi kita laporkan secara transparan ke seluruh wali murid,” ujarnya. Dengan demikian akan terjadi subsidi silang.

Besarnya peran pengusaha dalam menunjang mutu pendidikan juga dikatakan Arief Rachman. Menurutnya sudah sepantasnya para pengusaha yang ada di suatu wilayah turun tangan membantu dunia pendidikan yang ada di dekatnya. “Kalau beban itu diserahkan ke pemerintah seluruhnya, tidak akan sanggup,” tandas Arief